Pengerukan Muara Jembatan Emas, Solusi Instan yang Berisiko

Oleh: Musmedia ST, MT, MPSDA, Dosen Teknik Sipil Unmuh Babel, Ahli Pengelolaan Sumber Daya Air dan Asesor Sertifikasi Konstruksi BNSP

Konsekuensinya, terbentuk cekungan-cekungan acak di dasar sungai yang memicu gangguan hidrodinamika: pusaran arus, erosi lokal, hingga penggerusan dasar sungai . Yang paling berbahaya adalah dampaknya terhadap struktur fondasi Jembatan Emas”

FORKODABABEL.COM
Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berencana mengatasi sedimentasi di Muara Jembatan Emas, Pangkal Balam, dengan menggandeng PT Timah dan para penambang rakyat.

Langkah ini akan menggunakan kapal isap produksi (KIP) maupun kapal isap tradisional.

Harapannya, pendangkalan muara bisa diatasi, dan jalur pelayaran kembali terbuka untuk distribusi logistik di Pulau Bangka.
Namun, pendekatan ini patut dikritisi secara serius.

Masalah sedimentasi memang nyata dan perlu diselesaikan, tetapi menggunakan metode pertambangan sebagai solusi pengerukan justru membuka risiko baru, baik secara teknis, ekologis, maupun sosial.

Solusi ini adalah jalan pintas yang dapat merugikan lebih besar dalam jangka panjang.

Secara teknis, metode kapal isap sangat berbeda dengan pengerukan yang berbasis rekayasa teknik sipil.

Dalam pendekatan teknis, pengerukan dilakukan berdasarkan peta batimetri, pemodelan arus, evaluasi gaya-gaya hidrodinamika, serta kajian morfologi dasar sungai.

Tujuan utamanya adalah membentuk alur pelayaran yang aman dan stabil.

Sementara itu, kapal isap bekerja layaknya mesin tambang. Material di dasar sungai—terutama timah dan pasir—disedot tanpa memperhatikan arah arus, kontur dasar, atau kedalaman yang dibutuhkan untuk navigasi kapal.

Aktivitas ini tidak dirancang untuk membentuk alur pelayaran, melainkan mengejar ekstraksi mineral bernilai ekonomi.

Konsekuensinya, terbentuk cekungan-cekungan acak di dasar sungai yang memicu gangguan hidrodinamika: pusaran arus, erosi lokal, hingga penggerusan dasar sungai . Yang paling berbahaya adalah dampaknya terhadap struktur fondasi Jembatan Emas.

Jika tidak dikendalikan, aktivitas ini berpotensi melemahkan stabilitas jembatan dan mempercepat kerusakan pada struktur bawah airnya.

Perlu diingat, Jembatan Emas berada di kawasan muara dengan dinamika hidrodinamika yang kompleks.

Muara adalah tempat bertemunya arus sungai, pasang surut laut, dan gelombang.

Interaksi sistem ini sangat sensitif terhadap perubahan kontur dasar sungai. Intervensi yang tidak berbasis sains justru dapat memicu ketidakseimbangan sistem, baik dari sisi teknis maupun ekosistem.

Yang juga menjadi perhatian adalah kecenderungan menjadikan pengerukan ini sebagai kegiatan ekonomi ekstraktif.

Timah dan pasir hasil sedotan kapal isap akan dikomersialisasikan, sehingga fungsi pengerukan beralih dari pemulihan infrastruktur pelayaran menjadi eksploitasi sumber daya alam.

Hal ini menciptakan tumpang tindih mandat antara pengelolaan transportasi air dan kegiatan pertambangan.

Dalam jangka panjang, pengabaian prinsip kehati-hatian dapat berdampak luas. Rusaknya ekosistem estuaria, terganggunya kehidupan nelayan pesisir, dan munculnya konflik kepentingan antara warga, penambang, dan pemerintah menjadi potensi masalah yang tak bisa diabaikan.

Solusi yang lebih tepat dan berkelanjutan seharusnya dimulai dari pendekatan ilmiah.

Pemetaan batimetri, pemodelan arus dan sedimen, serta estimasi volume pengerukan perlu dilakukan secara menyeluruh.

Proses ini memang tidak instan dan memerlukan biaya riset, tetapi hasilnya lebih dapat diandalkan untuk jangka panjang.

Jembatan Emas bukan sekadar infrastruktur penghubung. Ia merupakan simbol konektivitas dan kemajuan masyarakat Pulau Bangka.

Mempertaruhkan keamanannya demi solusi cepat yang tidak terukur adalah langkah yang keliru.

Pemerintah daerah sebaiknya menempatkan keselamatan publik dan keberlanjutan lingkungan sebagai prioritas utama. Keputusan teknis harus bersandar pada ilmu pengetahuan, bukan hanya pada potensi ekonomi sesaat. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *